Hi My little blog, long time no see
Ditengah masa karantina ini, aku menemukan mu kembali. Ya, aku ingin kembali.
Aku juga ingin berbagi, cerita yang baru.
Dulu aku menulis saat aku masih penuh impian, penuh tawa, penuh harapan.
Namun kali ini aku menulis, tidak lagi penuh, karena tertampar realita.
Punya impian, punya tawa, punya harapan, kemudian terjatuh, terjatuh, dan terjatuh.
Jatuh dan bangkit berulang-ulang kali.
Hi My little blog, aku ingin menuangkan rasa
Dulu aku kira menyayangi adalah hal yang sulit
Bodoh dan naifnya dahulu, dikala definisi sayang begitu terpaku.
Kini aku semakin dewasa, semakin penuh bingung, semua harus belajar ku maknai sendiri.
Dan aku belajar memaknai rasa sayang, lebih dari apa yang mereka definisikan.
Aku jatuh sayang pada banyak hal. Aku rasa, sayangku tak akan pernah habis.
Aku sayang pada cahaya matahari pukul 9 pagi di pekarangan rumahku. Hijau, merah, kuning yang berpadu.
Aku sayang bisa tertawa dengan sahabat-sahabatku. Aku sayang mereka, sungguh, sungguh, sungguh.
Tidak ada lagi hal yang aku inginkan selain memeluk mereka satu per satu.
Aku sayang warna biru, semua serba biru, termasuk laraku di hari tertentu.
Aku sayang donut rumahan yang penuh mesis, aku sayang rasa kesederhanaannya.
Aku sayang dengan saudara kecilku, adik yang besar bersamaku. Aku pastikan ia tahu setiap harinya, betapa besar sayangku, betapa utuh.
Aku sayang suara tawa yang terdengar di ruang tamuku, suara berat ayah, suara lembut ibu. Begitu sayangnya.
Aku sayang jam makan, pagi, siang, malam. Seakan makanan-makanan itu juga menyayangiku.
Aku sayang dengan film-film yang ku tonton, film pendek yang aku buat. Mereka hanya membuatku merasa bahagia. Bahagia tangis, dan bahagia senyum.
Aku sayang masa laluku, aku sayang masa depanku. Aku tak sabar bertemu, walau berpacu dengan waktu.
Aku sayang kekuranganku, sungguh aku belajar. Kekurangan ini dan itu, namun itulah diriku.
Entah berapa kata sayang lagi yang harus kuucap untuk bisa menjelaskan perasaan sayang ini
Aku sayang hari Minggu, dengan kemewahannya dan kenikmatannya.
Aku sayang, sungguh sayang, ini dan itu.
Betapa beruntungnya aku, dianugerahi rasa sayang yang begitu besar, begitu luas, begitu banyak.
Ingin ku bagi rasa sayang ini dengan dirimu
Semoga kau mau, semoga kau tahu
Tanda sayang,
Meta
12.4.20
27.3.17
Words from the heartbreak
She loves him when he said her name for the first time, her full name.
She knows it's a kind of love she know she's not supposed to feel.
There so much boundaries between them, but the real strunggle is he doesn't love her like she does. She keeps loving him in silence, watching him from behind.
But she believes the love she have will makes her happy, makes him happy.
Time passes, everybody is moving on except her.
He never look at her, even just a glance.
She still believe she will have her time, he will love her somehow.
And in time, she meet him again. But he becomes someone she doesn't like, someone she doesn't respect.
She asking herself, "why is he changing so much?".
She keeps thinking of him at night, wishing to meet him in her dream.
But then she realize, she's the one who change.
They used to be on the same page, but she's opened a new chapter.
Her belief and his belief now seems like the sun and the moon, that will never met.
He sees life as some kind of linear, she sees life as a grey area.
In the end, she learns to love herself more. Then she know that she loves herself, her belief, her dream more so she's letting him go.
But let the rest of her feelings burried in her heart.
She knows it's a kind of love she know she's not supposed to feel.
There so much boundaries between them, but the real strunggle is he doesn't love her like she does. She keeps loving him in silence, watching him from behind.
But she believes the love she have will makes her happy, makes him happy.
Time passes, everybody is moving on except her.
He never look at her, even just a glance.
She still believe she will have her time, he will love her somehow.
And in time, she meet him again. But he becomes someone she doesn't like, someone she doesn't respect.
She asking herself, "why is he changing so much?".
She keeps thinking of him at night, wishing to meet him in her dream.
But then she realize, she's the one who change.
They used to be on the same page, but she's opened a new chapter.
Her belief and his belief now seems like the sun and the moon, that will never met.
He sees life as some kind of linear, she sees life as a grey area.
In the end, she learns to love herself more. Then she know that she loves herself, her belief, her dream more so she's letting him go.
But let the rest of her feelings burried in her heart.
20.2.17
Like a Fool
Bahkan akhir-akhir ini gue nggak bisa nulis.
Bahkan akhir-akhir ini gue nggak tau harus merasakan apa.
I feel numb, emotionally numb.
Gue bahkan nggak tahu lagi apa yang gue inginkan, gue harapkan. Seharusnya gue nggak di posisi ini, posisi mengeluh. Apa sih yang sebenarnya gue keluhkan? My life was fine.
Apa?
Pertanyaan yang terus terngiang di kepala gue.
Kenapa?
Kenapa gue merasa hampa kayak gini?
Yang gue lakukan hanya menonton film, berharap gue bisa merasakan sesuatu. Gue memang menangis, gue memang tertawa. Namun gue masih merasa hampa.
I don't event know what i'm looking for, and i don't like myself right now.
Kemana gue yang selalu berpikir positif?
Kemana gue yang selalu bisa menyemangati orang lain?
Apa selama ini gue terlarut larut dalam kebohongan gue sendiri?
Gue menghela nafas panjang, mendengar detak jantung sendiri.
Gue masih hidup.
Bukankah itu sudah cukup membuat gue bersyukur? Mengapa gue terus mengeluh?
Fool.
Numb.
That's what i am right now
Bahkan akhir-akhir ini gue nggak tau harus merasakan apa.
I feel numb, emotionally numb.
Gue bahkan nggak tahu lagi apa yang gue inginkan, gue harapkan. Seharusnya gue nggak di posisi ini, posisi mengeluh. Apa sih yang sebenarnya gue keluhkan? My life was fine.
Apa?
Pertanyaan yang terus terngiang di kepala gue.
Kenapa?
Kenapa gue merasa hampa kayak gini?
Yang gue lakukan hanya menonton film, berharap gue bisa merasakan sesuatu. Gue memang menangis, gue memang tertawa. Namun gue masih merasa hampa.
I don't event know what i'm looking for, and i don't like myself right now.
Kemana gue yang selalu berpikir positif?
Kemana gue yang selalu bisa menyemangati orang lain?
Apa selama ini gue terlarut larut dalam kebohongan gue sendiri?
Gue menghela nafas panjang, mendengar detak jantung sendiri.
Gue masih hidup.
Bukankah itu sudah cukup membuat gue bersyukur? Mengapa gue terus mengeluh?
Fool.
Numb.
That's what i am right now
15.2.17
Voting Days
Hi bloggie
Sepertinya gue akan lebih sering menggunakan blog gue sebagai jurnal harian hahahaha, semoga kalian nggak bosan mendengar keluhan gue.
So gue ngepost ini di hari rabu karena gue sedang libur. Libur apa? Libur Pemilihan Kepala Daerah. Gue menggunakan hak suara gue, dan ketika gue mencoblos, gue berdoa agar gue nggak salah pilih. Hari ini adalah hari yang cukup gue nantikan karena pada hari ini telah berakhir semua kampanye dari semua pasangan calon. Yes, walau gue tertarik mengikuti perkembangan politik namun gue sudah mulai muak. Muak dengan segala kebencian yang disebarkan selama masa kampanye ini.
Anyway, hari ini adalah satu hari setelah hari Valentine. Dan entah mengapa gue sedang ingin merefleksikan diri mengenai arti cinta buat gue.
Gue nggak tahu apakah gue pernah benar-benar jatuh cinta. I mean, perasaan yang kata orang begitu megah hingga gue tidak bisa memikirkan hal lain selain satu orang yang katanya lagi bisa mengubah kehidupan gue. Gue pernah suka sama orang, suka sampe membuat diri gue jadi bego pun pernah, tapi cinta? No oh, sepertinya belum.
The idea of love somehow fascinated me yet creeps me out. Kata orang cinta itu indah, dan gue penasaran dan mau merasakan itu. Tapi kalo gue pikir-pikir lagi..... cinta itu menyeramkan. Gue belum pernah kebayang punya orang yang tau seluk-beluk kehidupan gue dan dapat menerima gue apa adanya. Dan itu pula yang membuat gue takut, gue takut nggak akan ada orang yang bisa menerima dan mencintai gue apa adanya.
Teman-teman gue sering bilang kalau gue itu pemilih, maunya yang kayak gini dan kayak gitu dan sebagainya. Tapi gue merasa orang-orang yang pernah gue suka nggak pernah sesuai kriteria yang gue mau. Sepertinya gue adalah orang yang suka orang lain karena terbiasa. Dan ketika gue terbiasa tanpa adanya orang-orang itu, ya gue biasa aja.
Kalo gue ditanya apakah gue mau punya pacar? Jujur gue mau. Tapi gue nggak mau membangun hubungan sama seseorang hanya untuk menghabiskan waktu, menurut gue nggak worth it aja kayak gitu. Bukan berarti gue juga mau hubungan yang serius-serius banget, tapi gue juga nggak mau kalau cuma buat mainan. Gue mau menjalani dan menjadikan sebuah hubungan sebagai langkah menjadikan diri gue dan diri orang lain itu menjadi pribadi yang lebih baik.
Kalau gue ditanya apakah gue takut jatuh cinta? Gue nggak takut, bahkan gue mau jatuh cinta. Yang gue takutkan adalah orang yang nantinya gue cintai nggak bisa cinta sama gue. Whatever the reason is.
Ya, cinta, cinta, cinta, terdengar syahdu namun memabukkan.
Apakah gue harus mabuk agar bisa mencinta? Hahahahaha becanda.
Oh ya, ini rekomendasi gue buat korean love songs
Dan gue harus kembali mengerjakan tugas, so see you around!
Sepertinya gue akan lebih sering menggunakan blog gue sebagai jurnal harian hahahaha, semoga kalian nggak bosan mendengar keluhan gue.
So gue ngepost ini di hari rabu karena gue sedang libur. Libur apa? Libur Pemilihan Kepala Daerah. Gue menggunakan hak suara gue, dan ketika gue mencoblos, gue berdoa agar gue nggak salah pilih. Hari ini adalah hari yang cukup gue nantikan karena pada hari ini telah berakhir semua kampanye dari semua pasangan calon. Yes, walau gue tertarik mengikuti perkembangan politik namun gue sudah mulai muak. Muak dengan segala kebencian yang disebarkan selama masa kampanye ini.
Anyway, hari ini adalah satu hari setelah hari Valentine. Dan entah mengapa gue sedang ingin merefleksikan diri mengenai arti cinta buat gue.
Gue nggak tahu apakah gue pernah benar-benar jatuh cinta. I mean, perasaan yang kata orang begitu megah hingga gue tidak bisa memikirkan hal lain selain satu orang yang katanya lagi bisa mengubah kehidupan gue. Gue pernah suka sama orang, suka sampe membuat diri gue jadi bego pun pernah, tapi cinta? No oh, sepertinya belum.
The idea of love somehow fascinated me yet creeps me out. Kata orang cinta itu indah, dan gue penasaran dan mau merasakan itu. Tapi kalo gue pikir-pikir lagi..... cinta itu menyeramkan. Gue belum pernah kebayang punya orang yang tau seluk-beluk kehidupan gue dan dapat menerima gue apa adanya. Dan itu pula yang membuat gue takut, gue takut nggak akan ada orang yang bisa menerima dan mencintai gue apa adanya.
Teman-teman gue sering bilang kalau gue itu pemilih, maunya yang kayak gini dan kayak gitu dan sebagainya. Tapi gue merasa orang-orang yang pernah gue suka nggak pernah sesuai kriteria yang gue mau. Sepertinya gue adalah orang yang suka orang lain karena terbiasa. Dan ketika gue terbiasa tanpa adanya orang-orang itu, ya gue biasa aja.
Kalo gue ditanya apakah gue mau punya pacar? Jujur gue mau. Tapi gue nggak mau membangun hubungan sama seseorang hanya untuk menghabiskan waktu, menurut gue nggak worth it aja kayak gitu. Bukan berarti gue juga mau hubungan yang serius-serius banget, tapi gue juga nggak mau kalau cuma buat mainan. Gue mau menjalani dan menjadikan sebuah hubungan sebagai langkah menjadikan diri gue dan diri orang lain itu menjadi pribadi yang lebih baik.
Kalau gue ditanya apakah gue takut jatuh cinta? Gue nggak takut, bahkan gue mau jatuh cinta. Yang gue takutkan adalah orang yang nantinya gue cintai nggak bisa cinta sama gue. Whatever the reason is.
Ya, cinta, cinta, cinta, terdengar syahdu namun memabukkan.
Apakah gue harus mabuk agar bisa mencinta? Hahahahaha becanda.
Oh ya, ini rekomendasi gue buat korean love songs
Dan gue harus kembali mengerjakan tugas, so see you around!
12.2.17
12AM notes, not poems
Membaca tulisan teman gue Putu membuat gue sadar dengan satu hal, it's okay to put yourself first. Or the other words, being an ego one.
Dan disini, saat ini, akan gue umbar semua keegoisan gue! And hopefully i won't regret this!
I miss blogging. Gue kangen banget menulis di blog. Gue nggak harus takut dengan apa respon orang-orang yang baca, ataupun nggak ada lagi yang baca selain diri gue sendiri. Gue nggak harus takut kalo ada penulisan yang kurang efektif ataupun tidak sesuai KBBI. Disini, gue menulis untuk diri gue sendiri. Gue menceritakan apa yang gue tahu, yang gue rasakan, dan yang ingin gue bagi.
Writing has been hard lately. Menjadi mahasiswa jurnalisme kadang membuat gue meragukan tulisan gue sendiri. Apakah ini sudah cukup tajam? Cukup mumpuni? Nggak berpihak? Efektif? Dan segala keraguan lainnya. Bukan berarti gue nggak bahagia jadi mahasiswa jurnalisme, i have a good, bad, marvelous time. Dan gue memang ingin belajar menjadi jurnalis yang baik. But i miss writing for myself.
Kadang keegoisan gue ini, menulis untuk menyenangkan diri gue sendiri, membuat gue berpikir ulang untuk jadi jurnalis. Buat gue, seseorang yang dapat menjadi jurnalis harus memiliki sifat selfless karena mereka menulis untuk orang lain. Dan hal yang membuat gue sedih, kadang gue menulis tanpa perasaan. Tulisan gue hanya menjadi sekedar hasil jadi, produk. Padahal seharusnya yang dicurahkan dalam tulisan itu adalah perhatian dan diri gue terhadap orang banyak. Mungkin itu yang memang dialami oleh para jurnalis pada masa awal karir mereka, mungkin, gue juga belum pernah nanya. I will ask later on.
Menulis adalah cara gue berbuat baik untuk diri gue sendiri. Gue lebih memilih menulis dibanding harus berbicara mengenai perasaan gue. Ketika gue berbicara, selalu ada rasa penyesalan setelahnya. Hal yang kurang baik dan harus gue akui adalah gue berbicara lebih cepat dibandingkan gue memikirkan apa yang harus dikatakan. Layaknya gue berbicara secara otomatis sebelum gue tahu makna atau pesan apa yang benar-benar ingin gue sampaikan. But i'm still a loud one, i love to talk somehow when i'm with poeple. But when i'm alone? Not so much.
Apakah gue jadi 'berisik' karena mencari perhatian? Mungkin, tapi gue sendiri juga kadang melakukan itu secara tidak sadar. I like to interact with people, greetings, and all those little stuff. Namun hal tersebut cukup melelahkan sehingga ketika gue sendiri gue akan diam seperti memberi diri gue sendiri jeda waktu.
Cukup lega rasanya menuliskan ini.
A lot things happened, tapi hal yang masih harus gue pelajari adalah how to say no and do something for myself. Dua hal tersebut yang kadang menempatkan diri gue pada posisi yang tidak gue senangi, dan membuat gue tidak senang dengan diri sendiri. Gue tau masih banyak orang di luar sana memiliki masalah yang lebih penting dari sekedar tidak senang dengan diri sendiri. Namun ketika gue aja nggak suka sama diri gue sendiri, kenapa orang lain harus suka? Yang punya kewajiban untuk menyukai diri gue ya gue sendiri.
I'd like to meet the drunk version of myself, listening to what i really feel. Melegakan diri gue sendiri, menjadi jujur dengan diri gue sendiri. Kenapa ya susah untuk jujur dengan diri gue sendiri? Untuk yakin dengan kemauan sendiri?
Betapa menyedihkannya gue mengeluh di tengah malam, malam minggu lagi.
But at least i do good things for myself, let my mind and my heart burst some times.
Dan disini, saat ini, akan gue umbar semua keegoisan gue! And hopefully i won't regret this!
I miss blogging. Gue kangen banget menulis di blog. Gue nggak harus takut dengan apa respon orang-orang yang baca, ataupun nggak ada lagi yang baca selain diri gue sendiri. Gue nggak harus takut kalo ada penulisan yang kurang efektif ataupun tidak sesuai KBBI. Disini, gue menulis untuk diri gue sendiri. Gue menceritakan apa yang gue tahu, yang gue rasakan, dan yang ingin gue bagi.
Writing has been hard lately. Menjadi mahasiswa jurnalisme kadang membuat gue meragukan tulisan gue sendiri. Apakah ini sudah cukup tajam? Cukup mumpuni? Nggak berpihak? Efektif? Dan segala keraguan lainnya. Bukan berarti gue nggak bahagia jadi mahasiswa jurnalisme, i have a good, bad, marvelous time. Dan gue memang ingin belajar menjadi jurnalis yang baik. But i miss writing for myself.
Kadang keegoisan gue ini, menulis untuk menyenangkan diri gue sendiri, membuat gue berpikir ulang untuk jadi jurnalis. Buat gue, seseorang yang dapat menjadi jurnalis harus memiliki sifat selfless karena mereka menulis untuk orang lain. Dan hal yang membuat gue sedih, kadang gue menulis tanpa perasaan. Tulisan gue hanya menjadi sekedar hasil jadi, produk. Padahal seharusnya yang dicurahkan dalam tulisan itu adalah perhatian dan diri gue terhadap orang banyak. Mungkin itu yang memang dialami oleh para jurnalis pada masa awal karir mereka, mungkin, gue juga belum pernah nanya. I will ask later on.
Menulis adalah cara gue berbuat baik untuk diri gue sendiri. Gue lebih memilih menulis dibanding harus berbicara mengenai perasaan gue. Ketika gue berbicara, selalu ada rasa penyesalan setelahnya. Hal yang kurang baik dan harus gue akui adalah gue berbicara lebih cepat dibandingkan gue memikirkan apa yang harus dikatakan. Layaknya gue berbicara secara otomatis sebelum gue tahu makna atau pesan apa yang benar-benar ingin gue sampaikan. But i'm still a loud one, i love to talk somehow when i'm with poeple. But when i'm alone? Not so much.
Apakah gue jadi 'berisik' karena mencari perhatian? Mungkin, tapi gue sendiri juga kadang melakukan itu secara tidak sadar. I like to interact with people, greetings, and all those little stuff. Namun hal tersebut cukup melelahkan sehingga ketika gue sendiri gue akan diam seperti memberi diri gue sendiri jeda waktu.
Cukup lega rasanya menuliskan ini.
A lot things happened, tapi hal yang masih harus gue pelajari adalah how to say no and do something for myself. Dua hal tersebut yang kadang menempatkan diri gue pada posisi yang tidak gue senangi, dan membuat gue tidak senang dengan diri sendiri. Gue tau masih banyak orang di luar sana memiliki masalah yang lebih penting dari sekedar tidak senang dengan diri sendiri. Namun ketika gue aja nggak suka sama diri gue sendiri, kenapa orang lain harus suka? Yang punya kewajiban untuk menyukai diri gue ya gue sendiri.
I'd like to meet the drunk version of myself, listening to what i really feel. Melegakan diri gue sendiri, menjadi jujur dengan diri gue sendiri. Kenapa ya susah untuk jujur dengan diri gue sendiri? Untuk yakin dengan kemauan sendiri?
Betapa menyedihkannya gue mengeluh di tengah malam, malam minggu lagi.
But at least i do good things for myself, let my mind and my heart burst some times.
20.8.16
St. Jerome’s Laneway Festival Singapore : Tidak terlupakan!
The 1975 |
Sebagai
orang yang memang senang untuk menonton konser, saya sudah acap kali datang ke
berbagai konser baik dari Pentas Seni hingga festival Internasional. Namun jika
ditanya konser mana yang Terbaik bagi saya, jawabannya adalah St. Jerome’s
Laneway Festival di Singapura. Alasanya bukan hanya karena konser tersebut
sudah berkelas Internasional ataupun line-up yang keren. Satu alasan terkuat
adalah; on-time. Dari berbagai konser
yang saya datangi, saya cukup maklum jika konser dimulai terlambat atau ngaret. Jujur, saya sudah terbiasa untuk
menunggu sejam atau dua jam dari waktu yang diberitahukan. Karena itu lah saya
begitu amazed dengan ketepatan waktu
St. Jerome’s Laneway Festival Singapore.
St. Jerome’s Laneway Festival merupakan
festival musik indie yang memang sudah diakui oleh para concert-goer. Berasal dari negara kangguru yaitu Australia tepatnya
di kota Melbourne, festival ini kemudian berekspansi ke Selandia Baru, Amerika
Serikat, juga Singapura.
St. Jerome’s Laneway Festival
Singapore 2016 diselenggarakan pada 30 Agustus 2016 di The Meadow, Gardens By
The Bay. Line-up-nya pun begitu jaw-dropping, ada The 1975, Grimes,
CHVRCHES, Purity Ring, Beach House, The Internet, DIIV, dan lainnya dengan
total 28 performer lokal dan internasional. Ada empat panggung yang disediakan
festival ini; Garden Stage, Bay Stage, Cloud Stage, dan White Room. Selain itu,
festival ini juga dipenuhi oleh berbagai booth
baik dari sponsor juga makanan-minuman. Festival ini dimulai pukul 11.00 dan
selesai pada tengah malam. Seperti yang saya sudah katakan, semua dimulai tepat
sebagaimana tertulis di jadwal yang diberikan kepada kurang lebih 13.000
penontonnya. Ini pengalaman saya menonton St. Jerome’s Laneway Festival
Singapore.
Saya bersama teman saya, Ayu, datang
pukul 14.00. Saat itu matahari begitu terik dan hawa panas tidak terhindarkan.
Saya datang tepat ketika East India Youth akan tampil di Cloud Stage. Cloud
Stage tidak sebesar Bay Stage atau Garden Stage yang merupakan panggung utama
festival ini. Dengan jas dan dasinya, William Doyle –nama asli East India
Youth- menyapa penonton. Penonton pun kemudian dimanjakan dengan musik dreamy instrumental-nya. East India
Youth bilang bahwa dirinya tidak pernah merasakan udara sepanas ini, namun ia akan
tetap menggunakan jas dan dasinya agar para penonton mendapatkan pengalaman
terbaik dari penampilannya. Penonton pun bertepuk tangan dengan meriah!
Kemudian saya berpindah menuju Bay
Stage yang akan diisi oleh The Internet. Penonton bersorak ketika satu-persatu
personil The Internet menaiki panggung, Syd The Kyd –vokalis The Internet –
kemudian mengajak penonton untuk ikut bergoyang bersamanya. Band neo-soul ini berhasil membuat para
penonton menggerakan tubuh dan menikmatinya.
Thanks to Airbnb booth! |
Panas yang begitu menyengat dan
penonton yang sangat ramai membuat saya cepat haus dan lapar. Beruntung panitia
memberikan air mineral botol kepada setiap penonton saat memasuki venue. Penonton
juga tidak perlu khawatir karena banyak booth yang menjual berbagai macam
makanan. Mulai dari Sloppy Joe hingga wrap sushi, jus hingga booze, semuanya
tersedia untuk memuaskan selera. Selain itu, penonton juga bisa mendatangi booth-booth sponsor seperti Airbnb, Jake
Willis, H&M, dan lainnya. Booth
sponsor tersebut menawarkan berbagai kegiatan seperti games, tempat duduk untuk
sekedar beristirahat, juga freebies
berupa goodie bag juga foto siap
cetak.
Setelah memuaskan perut dan
mengistirahatkan diri sejenak. Saya dan Ayu kembali menuju Bay Stage pada
sekitar pukul 17.00 untuk menonton Hermitude. Duo electronic hip-hop asal Australia ini membawakan hits meeka yaitu
“The Buzz” dan “Ukiyo” yang membuat penonton bersorak. Walaupun menurut saya
saat itu masih terlalu ‘pagi’ untuk musik elektronik, tapi Hermitude tetap
berhasil membuat para penonton melompat dan bergoyang hingga set mereka
berakhir.
Setelah Hermitude selesai, banyak
orang berbondong-bondong menuju Bay Stage karena penampil berikutnya adalah The
1975, band yang tengah digandrungi. Para pria asal Manchester ini membuka
penampilan mereka dengan single
terbaru mereka “Love Me” dan penonton ikut bernyanyi. Matt Healy –frontman band
The 1975- membuka kancing kemejanya ditengah set dan penonton khususnya para
perempuan berteriak histeris. Cukup sulit bagi saya untuk bernafas saat itu karena penonton yang begitu padar sehingga saya harus berusaha mendapatkan
oksigen. Panggung Bay Stage dihiasi oleh lampu neon khas The 1975 yang begitu
terang sebagaimana penampilan mereka yang begitu memukau. Setelah membawakan 12
lagu termasuk lagu hits mereka yaitu “Girls”, “Chocolate”, dan “Sex”, The 1975
pun melakukan bow-down untuk
mengakhiri penampilan mereka.
Kemudian saya bergeser ke Garden
Stage yang hanya bersebelahan dengan Bay Stage untuk penampilan band favorit
saya, CHVRCHES. Sambil menunggu, saya menikmati penampilan Grimes yang berada
di panggung Bay Stage. Mungkin saya bukan fans berat Grimes, tapi saya begitu
takjub dengan penampilanya yang solid dan penuh energi. Dengan memakai bando
pita merah yang besar serta beberapa penari latar, Grimes menghipnotis penonton
dengan musik synth-pop-nya.
The
wait is over. Akhirnya CHVRCHES akan tampil. Ini bukan kali pertama
CHVRCHES tampil di St. Jerome’s Laneway Festival Singapore, tapi ini
pertama kalinya saya dapat melihat mereka secara langsung. Suara Lauren
Mayberry yang manis namun terdengan rapuh menyapa penonton. Lauren juga bilang
bahwa ia tidak pernah merasakan udara sepanas ini, saya membatin bahwa bukan
dia saja yang merasa seperti itu. Penampilan CHVRCHES pun dibuka oleh lagu
“Never Ending Circle” dari album terbaru mereka “Every Open Eyes”. Penonton
begitu menikmati penampilan enerjik CHVRCHES dan tata panggungnya yang indah.
Lagu klasik mereka, “The Mother We Share” menutup penampilan yang memukau
tersebut.
Saya punya pengalaman yang tidak
terlupakan saat menonton CHVRCHES. Karena St. Jerome Laneway Festival Singapore
memperbolehkan minuman beralkhol, cukup banyak dari penonton yang tidak berada
dalam keadaan sadar. Ada satu penonton, seorang bule, yang terlihat cukup
mabuk. Ia dan beberapa temannya mencoba menerobos kedepan dan mendorong
penonton lain. Hal ini mengakibatkan bule tersebut bertengkar dengan penonton
lain hingga ia menyiramkan minumannya ke penonton tersebut. Teman salah satu
bule itu kemudian menyiramkan minumannya dan tidak sengaja mengenai mata saya.
Disitu saya hampir menangis karena mata saya begitu perih. Tiba-tiba penonton
lain dibelakang saya dengan baik hati memberikan air mineralnya, penonton lain
pun memberikan tisu mereka. Seorang pria, yang saya yakini orang Singapura,
bertanya apakah saya baik-baik saja. Pertama kali dalam hidup saya menonton
konser, saya mendapat kebaikan dari orang-orang yang saya tidak kenal seperti
ini. Akhirnya bule dan teman-teman mabuknya pun pergi dan saya serta penonton
yang membantu saya kembali menikmati penampilan CHVRCHES.
Waktu menunjukan sekitar pukul 00.15
ketika Flume menutup St. Jerome’s Laneway Festival Singapore dengan cover lagu “You
and Me” dari Disclosure. Penonton kemudian berbondong-bondong meninggalkan
venue dan menuju tempat –tempat untuk mencari kendaraan pulang.
St. Jerome’s Laneway Festival memang
merupakan konser pertama saya di luar negeri, namun pengalaman yang saya
dapatkan sungguh luar biasa. Tidak hanya saya dapat menyaksikan langsung
penampilan dari band-band kesukaan saya, saya juga merasakan kebaikan dari orang-orang
yang saya tidak kenal. Menyanyikan lagu kesukaan saya sepenuh hati bersama
penonton-penonton lain. Saya dapat menghabiskan waktu bersama sahabat saya
menikmati musik yang kami suka. Itu kebahagiaan yang akan selalu saya hargai.
Subscribe to:
Posts (Atom)