9.5.15

Saat Istirahat

Teng Teng Teng

Bel sekolah berdentam 3 kali menandakan sesi pelajaran telah usai dan akan memasuki sesi istirahat. Anak-anak berhamburan keluar kelas, ada yang menuju kantin, ada yang menuju perpustakaan, dan ada juga yang pergi ke lapangan untuk bermain basket. Namun ada satu yang pergi menuju tempat yang tidak dituju orang lain, tempat itu adalah taman dibelakang sekolah. Taman itu tidak terlalu kecil, dan juga tidak terlalu besar. Taman itu juga dilengkapi sebuah bangunan kaca yang biasa disebut sebagai Green House. Bunga-bunga tropis bermekaran, berbagai tanaman obat tumbuh subur, dan satu pohon besar gagah berada di pusat taman tersebut. Perempuan itu tersenyum sumringah memandangi pohon besar nan gagah. Perempuan bertubuh mungil itu memutuskan untuk duduk dibawah rindangnya pohon besar, bersandar ke batang yang begitu gagah. Perempuan itu, Bintang, ya namanya Bintang sebagaimana tertera pada label buku yang ia pegang.

AKADEMI LUAR BIASA
Nama : Bintang Labdavara
Peminatan  : Riset Serum

Bintang membuka lembar demi lembar buku yang ia pegang, pelajaran Biologi dan Sumber Kekuatan. Sumber Kekuatan? Terdengar asing mungkin, namun tidak pada Akademi Luar Biasa. Akademi yang prestis ini hanya menerima siswa dengan kemampuan khusus yang tidak dimiliki manusia lainnya.

Kemampuan Bintang disebut Aurum, yaitu dapat mengubah apapun yang ia sentuh menjadi emas.  Bukan hanya warna, namun seluruh kandungan pada benda tersebut berubah menjadi kandungan emas. Oleh karena itu Bintang memutuskan untuk masuk ke dalam Akademi Luar Biasa. Ia lelah ketika ia tengah memegang apel dan ingin menggigitnya, apel tersebut berubah menjadi emas dan mengakibatkan giginya sakit. Atau ketika ia membasuh wajahnya, air berubah menjadi serpihan emas yang kemudian menutupi seluruh wajahnya dan membuatnya tersedak. Di Akademi Luar Biasa, siswa tidak hanya dididik dengan pelajaran sekolah pada umumnya seperti Matematika, Biologi, namun juga bagaimana mereka dapat mengendalikan kekuatannya.

Bintang tertawa-tertawa kecil melihat apa yang tertulis pada buku itu.
Sedikit lucu. Bagiamana hal yang terjadi didalam tubuh kita begitu kompleks namun kita tidak merasakan hal itu. Sungguh, sangat mengaggumkan! batin Bintang dalam hati.
Manusia begitu menakjubkan, dengan atau tanpa adanya kemampuan khusus, manusia sudah luar biasa. Seperti betapa cepatnya kerja neuron ketika sensor tubuh menyentuh sesuatu, atau ketika bayangan benda jatuh pada retina mata. Bahkan ketika kita memikirkan bagaimana salah satu organ tubuh manusia bekerja, semua organ tengah bekerja beriringan mendukung satu sama lain. Begitu sinergis dan harmonis.

Bintang terlarut dalam aktivitasnya saat itu hingga ia tidak menyadari bahwa ada orang lain di sisi yang berbeda dari pohon besar nan gagah. Pria itu hanya duduk terdiam, membiarkan angin membelai rambutnya lembut, dan membiarkan suara tawa dari Bintang mengisi keheningan taman nan sepi itu. Pria itu hanya menatap lurus kedepan, namun tatapan itu menyiratkan bahwa dirinya tengah memikirkan banyak hal. Pria itu melirik sedikit ke balik pohon, mendapatkan sosok lain yang tengah menunduk terpaku pada bacaannya. Pria itu mengepalkan tangannya, mengetuk-ngetuk batang pohon besar hingga Bintang menoleh kebalik pohon. Bintang mengamati si pria dibalik pohon.

"Hai?" sapa pria itu, begitu kikuk.
"Hai." balas Bintang, "Sedang apa disini?"
"Hanya duduk, kamu?"
"Ya, seperti yang terlihat, sama sepertimu."
"Oh"
"Aku tidak pernah melihatmu sebelumnya, apa kamu siswa Akademi Luar Biasa juga?"
Pria itu mengangguk sedikit ke arah Bintang.
"Apa kelebihanmu?" tanya Bintang dengan nada antusias.
"Kemampuanku menakutkan"
Bintang tertegun, ada apa dengan pria ini?
"Kalau begitu, siapa namamu?"
"Halilintar, panggil saja Lintar." Lintar menyuguhkan tangan bersiap berjabatan
"Hai Lintar, aku Bintang." Bintang membalas jabatan tangan Lintar
"Ya, aku tahu siapa dirimu. Siapa yang tidak tahu?"

Bintang hanya tersenyum kecil, hal itu bukan merupakan pujian baginya. Lintar menjelaskan bahwa hampir seantero akademi mengenal Bintang. Bintang yang pintar, Bintang yang berasal dari keluarga yang terhormat yaitu keluarga Labdavara, Bintang yang cantik secara fisik, Bintang yang mampu mengubah segalanya menjadi emas, Bintang yang serba bisa, Bintang yang segala-galanya. Senyum Bintang berubah kecut, ya, menjadi kecut. Seakan segala fakta yang disebutkan Lintar hanya kebohongan semata.

"Tunjukan padaku, apa kelebihanmu?" kata Bintang
"Sudah ku bilang, kemampuanku menakutkan."
"Tunjukkan padaku."
"Baiklah, kalau itu maumu."

Lintar mengambil beberapa daun kering yang berguguran disekitar pohon bsar kemudian menumpuknya menjadi sebuah gundukan. Lintar memberikan aba-aba ke Bintang untuk sedikit menjauh dari tempat ia berada. Lintar megusap kedua tangannya kemudian sedikit meniupnya. Kemudian menempatkan kedua telapak tangannya berada di atas kumpulan daun. Bintang mengamati dengan seksama. Wajah Lintar berubah menjadi penuh konsentrasi, ia memejamkan matanya begitu keras hingga terlihat kerutan-kerutan disudut matanya. Perlahan percikan-percikan timbul dari telapak tangan Lintar, percikan tersebut lama-lama berubah menjadi seperti kilat. Kilat itu kemudian menyambar tumpukan daun, menghanguskannya. Bintang cukup tercengang, kagum.

"Ini disebut Electrovausm. Kamu tidak takut?"
Bintang menggeleng kecil "Tidak, itu cukup keren"
"Keren?" Lintar tertawa cukup kencang, "baru pernah aku dengar ada yang bilang menghanguskan sesuatu itu keren."
"Sungguh. Kenapa aku harus takut?"
"Karena bisa saja, 10 detik dari sekarang aku bisa menghanguskanmu."
"Coba saja"

Mereka tertawa bersama, layaknya teman yang telah lama mengenal.
Topik-topik yang lain pun datang silih berganti, mengenai warna Bunga Hibiscus yang ada di Green House, membahas inovasi serum yang dibutuhkan oleh Akademik Luar Biasa, dan pada akhirnya membahas band The Wannadies yang terkenal di tahun 1990an.
Lintar merasa nyaman dengan percakapan mereka, begitu juga Bintang. Namun Lintar merasakan sesuatu yang janggal. Lintar merasa tidak selayaknya Bintang disini sendirian seperti dirinya. Semua orang menyukai Bintang, teman-teman Bintang pasti banyak. Untuk apa ia sendirian disini?
Lancang rasanya, seseorang yang baru saja mengenal menanyakan hal-hal yang cukup bersifat pribadi. Lintar memberanikan diri menanyakannya.

"Kenapa kamu disini sendirian?"
Bintang tersenyum, "Memangnya tidak boleh?"
Bodoh, bodoh kamu Lintar bertanya seperti ini. Lintar membatin
"Tidak, hanya... Sedikit aneh."
"Aneh?" Bintang menaikkan alis mata sebelah kirinya.
"Ya, orang sepertimu, ada disini, sendirian."
"Orang sepertiku?"
"Ya, kamu yang disukai semua orang. Ada disini sendirian. Akan berbeda jika yang berada disini adalah orang sepertiku, orang-orang memilih menjauh dariku demi keselamatan diri mereka jika saja aku hilang kendali. Kamu bisa mengubah sesuatu yang tidak berharga menjadi emas, begitu menakjubkan."
Bintang hanya tersenyum, seakan tidak semua yang dikatakan lintar benar adanya.

Mungkin Bintang memiliki segalanya, semua dengan nilai positif. Mungkin Lintar ada benarnya, seharusnya Bintang tidak berada disini. Seharusnya ia berada di kantin, bercanda ria bersama teman-temannya. Atau mungkin berada di perpustakaan sambil mendiskusikan percobaannya dengan rekan laboratoriumnya. Segala kemungkinan yang menempatkan Bintang di tempat yang bukan disini. Seharusnya Bintang bahagia, seharusnya. Namun didalam hatinya, ia ketakutan, ia ingin sendiri.

"Kamu beruntung Lintar, kamu bisa sendiri."
Sekarang Lintar yang bingung terteggun.
"Beruntung bisa sendiri?"
"Ya, beruntung. Juga beruntung dengan kemampuanmu itu."
"Apa yang menguntungkan dari menghanguskan sesuatu?"
"Setidaknya ketika seseorang menyukaimu, ia menyukaimu dirimu yang sebenarnya bukan karena kemampuan mu dapat mengubah sesuatu menjadi emas.."
Lintar terdiam, kemudian Bintang melanjutkan.
"Atau bukan karena kemampuanmu untuk berkontribusi dalam percobaan pembuatan serum, atau juga bukan karena nama belakangmu adalah Labdavara. Terdengar egois, namun kadang yang aku inginkan adalah orang-orang dapat menyukaiku karena aku Bintang, aku yang menyukai The Wannadies, aku yang tidak dapat menahan tawa, dan aku yang menjadi diriku yang sebenarnya."
Lintar menatap Bintang nanar, ia tak menyangka seseorang yang ia kira adalah salah satu orang paling bahagia dapat menyembunyikan sesuatu yang menyedihkan. Lintar mengira bahwa berada sendiri itu menyedihkan, namun ternyata kenyataan bahwa kamu tidak sendiri namun merasa sendirian adalah sesuatu yang lebih menyedihkan.

Mereka berdua terdiam, namun senyum simpul terukir di wajah keduanya. Seakan bertemu hal yang saling melengkapi.

Teng Teng Teng Teng

Bel sekolah kembali berdentam, 4 kali dentaman menandakan waktu istirahat telah habis dan sesi pelajaran berikutnya akan segera dimulai. Mereka berdua berdiri, kali ini mereka saling berhadapan. Saling melontarkan senyuman dan lambaian kecil, sebagai tanda mereka akan bertemu kembali. Mereka berjalan ke arah yang berbeda, menuju lorong yang berbeda, dan memasuki kelas yang berbeda.
Namun saat ini, keduanya punya sesuatu yang sama yang mereka nanti pada saat istirahat.

No comments:

Post a Comment